oleh: Marianus Gaharpung, SH, MS, Dosen FH Ubaya & Lawyer di Surabaya
NAGEKEO - Masyarakat mengeluhkan sampah medis dan non medis yang menumpuk di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aeramo, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.
Tumpukan sampah seperti, botol obat, sarung tangan, botol infus dan jarum suntik dibiarkan tepat berada di dalam lingkungan rumah sakit, apalagi tumpukan sampah itu berjarak hanya belasan meter dari ruangan perawatan Ibu dan Anak kelas 3 dan ruangan gizi serta ruangan jenasah dan ruangan laundry.
Atas fakta tersebut, pertanyaannya, sanksi apa yang dapat dikenakan?
Baca juga:
R. Kholis Majdi: HTI Tidak Berpolitik!
|
Pada dasarnya, sampah yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (“Puskesmas”) atau Rumah Sakit mempunyai kewajiban menyediakan fasilitas pemilahan sampah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas pemilahan sampah diatur dengan Peraturan Pemerintah. Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Dalam PP 81/2012, Pengelola fasilitas lainnya melakukan pemilahan sampah puskesmas dan rumah sakit.
Alat dan obat medis yang sudah tidak digunakan atau dibuang itu merupakan sampah sejenis sampah rumah tangga. Bisa juga termasuk sebagai sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan berbahaya dan beracun.
Pada dasarnya puskesmas atau rumah sakit mempunyai tugas untuk melakukan kegiatan pemilahan sampah, pengumpulan sampah, dan pengolahan sampah, sebagai bentuk penanganan sampah yang merupakan bagian dari penyelenggaraan pengelolaan sampah.
Jika pegawai puskesmas atau rumah sakit membuang alat dan obat medis sembarangan, dapat dikatakan ia (sebagai bagian dari puskesmas atau rumah sakit) yang tidak melakukan kegiatan pengelolaan sampah sesuai norma, standar, prosedur, atau kriteria.
Jika mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan, maka dapat dipidana penjara dan denda.
Selain itu, dapat juga dikenakan pidana berdasarkan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun perlu diketahui bahwa yang dihukum adalah pihak yang bertanggung jawab atas kegiatan pengelolaan limbah medis dalam hal ini kepala puskesmas atau direktur rumah sakit.
Jika puskesmas atau rumah sakit tidak melakukan kegiatan pengelolaan sampah sesuai norma, standar, prosedur, atau kriteria sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan, maka dapat dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda antara Rp100 juta hingga Rp 5 miliar (Pasal 40 ayat (1) UU Pengelolaan Sampah).
Perlu diketahui juga bahwa kemasan obat-obatan dan obat-obatan kadaluarsa termasuk sebagai sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun.
Undang - Undang Lingkungan Hidup Jika yang dibuang oleh pegawai puskesmas atau rumah sakit tersebut adalah obat-obatan kadaluarsa dan kemasan obat-obatan yang merupakan limbah berbahaya, maka bisa terkena pidana sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dalam Pasal 60 berikut:
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
Atas dasar hal demikian, masyarakat yang mengetahui adanya sambah( limbah) apalagi beracun, maka dapat melapor kepada aparat kepolisian untuk mengambil tindakan hukum.